Sabtu, 15 November 2014

Jejakku di Puncak Ebulobo (2124 mdpl)






Foto dari Mataloko

       
   Rasa penasaranku akan Ebulobo selama ini terpatri dalam jiwa, bertahun-tahun rasa itu tetap ada. Bayangkan, gunung-gunung api di Sumatera dan Jawa  bisa saya daki, masa gunung di pulauku sendiri tidak bisa?? Terlalu sulitkah medannya?? Atau saya yang sudah beranjak tua sehingga penuh kompromi dalam menaklukan alam??  Niat mendaki Ebulobo pun disusun, rencana dimatangkan, jadwalpun dipastikan.  Saya dan teman-teman InCitA (Insan2 Pecinta Alam) Detusoko memutuskan untuk mendaki. Media sosial Facebook dan Instagram menjadi alat syiar yang efektif mengajak teman2 lain yang mau ikutan mendaki. Dua belas orang memastikan diri bergabung. Delapan dari InCitA dan empat mantan siswaku dari Bajawa dipastikan ikut dalam pendakian ini.
Persiapan perjalanan dimulai seminggu sebelumnya. Yang terpenting tentulah latihan fisik berupa jogging dan jalan kaki. Selain itu berusaha mencari tahu semua informasi mengenai gunung ebulobo. Dari Oom Google kami mengetahui kalau perjalanan mendaki Ebulobo dimulai dari Mulakoli.

Sabtu, 7 September 2014
adalah tanggal yang disepakati bersama untuk mendaki Ebulobo. Sengaja kami pilih akhir pekan mengingat beberapa teman InCitA ada juga yang kerja kantoran, mereka hanya punya waktu luang di akhir minggu. Begitupun dengan mantan siswa praktekku yang masih harus sekolah. Perjalanan kami dimulai...delapan sepeda motor meraung-raung menyusuri teriknya jalan raya Ende-Boawae.
Beberapa jam perjalanan kami sampai di Rega, sebuah desa sebelum Mulakoli. Teman-teman dari Bajawa sudah menunggu kami. Setelah beberapa menit beristirahat kami melanjutkan perjalanan kami ke Mulakoli.

Mulakoli, Desa di kaki Ebulobo
Sekitar 20 menit melewati jalan yang tidak mulus, sampailah kami di Mulakoli. Desa ini berjarak sekitar 8 km dari Boawae. Suasana tampak lengang, tidak banyak orang yang beraktifitas di luar. Mungkin warga desa masih di ladang atau sedang tidur siang.
Hal pertama yang kami cari adalah rumah kepala desa untuk melapor. Biar bagaimanapun, prosedur permisif ini wajib hukumnya.
Izin mendaki dari desa sudah diperoleh, sekarang tinggal cari guide lokal yang mau mengantar kami ke puncak Ebulobo. Guide lokal wajib juga hukumnya, karena merekalah yang menunjukkan jalan dan jalur yang aman buat kita. Tidak sulit menemukan guide lokal. Warga sekitar, terutama yang laki-laki biasanya dengan ramah menawarkan diri mengantar tamu ke puncak Ebulobo. Guide feenya pun hasil negosiasi. Di Mulakoli belum ada tarif resmi untuk guide lokal. Hal ini dikarenakan belum dibentuknya organisasi yang mewadahi para guide. Mungkin dianggap belum butuh atau pihak desa belum berpikir ke arah sana.
Setelah negosiasi denga guide lokal kami pun memulai pendakian.  Perjalanan awal lebih banyak berkontur rata melewati kebun penduduk. Setelah satu jam baru kita mulai memasuki hutan hujan yang gelap dengan pohon berukuran sedang. Kontur menanjak menguras energi. Disarankan membawa air secukupnya karena anda tidak akan ketemu mata air sepanjang jalur ini. Kami memutuskan untuk berkemah di sebuah tempat yang agak landai. Selain memang hari sudah gelap juga kami butuh istirahat untuk summit attack besok dini hari.
menatap sunrise...


menanti fajar..
Pukul 03.00: summit attack
turun gunung...
Waktu ini adalah waktu ideal buat menggapai puncak Ebulobo. Pertimbangannya adalah pagi udara cenderung cerah, kita mendaki tanpa takut kepanasan dan bisa menyaksikan sunrise yang spektakuler. Perjalanan turun gunungpun matahari masih belum panas benar. Butuh 2 jam menggapai puncak dari titik kami berkemah. Batu cadas yang kokoh menjadi pijakan. Hampir tidak ada jalur berpasir. Sampai di puncak Kami menunggu beberapa saat demi sunrise yang indah. Udara yang dingin bisa diusir dengan mengenakan jaket yang agak tebal+sepatu
 gunung yang kokoh dan nyaman.
Ebulobo mempunyai tujuh puncak dengan batu besar bertebaran tak teratur. puncak sebelah barat menjadi spot terbaik para pendaki karena itu titik tertinggi Ebulobo. Dari titik itu kita bisa melihat alam sekeliling. Ada kecamatan Mauponggo di selatan, piramida Inerie di Barat dan tentu perbukitan Lamo Mbay di timur laut.
Setelah dua jam menikmati ajaibnya Ebulobo, kami sepakat turun tepat pukul 07.00 wita. Tiga jam waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke Mulakoli. Kami berpisah di jembatan Desa Rega dengan masing-masing cerita seru..cerita ke anak cucu nanti kalau kami sudah meninggalkan jejak kami di puncak Ebulobo.



Gunung Ebulobo (2124 mdpl) Kec Boawae Kab Nagekeo flores

Status: aktif strato volcano

Titik terdekat: Desa Mulakoli

Kategori: Hard Trekking
puncak Inerie di kejauhan...


1 komentar:

  1. boleh minta kontaknya mas? saya dan teman teman ingin mendaki gunung ebulobo

    BalasHapus