Senin, 01 Desember 2014

Exotic Waterfall's in FLORES - Part 4: Air Terjun Aeporo Kedebodu "Mandi dan Berenanglah di sana sebelum anda beranjak tua!!"

"Simpang Aeporo"seperti itulah sebutan untuk pintu masuk menuju air terjun Aeporo-Kedebodu. Jalan desa sepanjang 1,5 km akan mengantar anda ke sebuah objek wisata alternatif di kota Ende selain Situs Rumah Pengasingan Bung Karno atau air terjun Tonggopapa.Jarak dari pusat kota Ende sekitar  10km, tentu bukan jarak yang sangat jauh untuk menuju kesana

.



 Kita bisa menggunakan moda transportasi ojek dari kota Ende, atau menyewa kendaraan roda empat. Air terjun indah ini, secara administratif masuk dalam wilayah Desa Kedebodu, kecamatan Ende Timur Kabupaten Ende.
Pengunjung bisa memacu kendaraannya sampai ke kampung Kedebodu, dan memarkirkannya di jalan desa. Selanjutnya pengunjung wajib treking atau jalan kaki sekitar setengah jam, menuruni kebun kakao, perkebunan sayur dan kolam ikan milik masyarakat.
Air terjun Aeporo setinggi kurang lebih 30 meter memanjakan pengunjung dengan desiran airnya yang jernih dan pepohonan bambu sebagai pemanisnya. Debit airnya senantiasa stabil walaupun musim kemarau dan digunakan sebagai penyuplai kebutuhan petani sayur dan peternak ikan air tawar.

Exotic Waterfall's in FLORES - Part 3: Air Terjun Tonggopapa "Mandi dan Berenanglah di sana sebelum anda beranjak tua!!"



Air terjun Tonggopapa mungkin masih asing bagi warga kota Ende-Flores. Hal ini bisa dimaklumi, karena memang ikon pariwisata Ende masihlah Kelimutu yang tersohor dengan danau tiga warnanya. Tapi penulis meyakini, air terjun ini memberi nuansa yang berbeda ketika anda mengunjungi Flores atau Ende khususnya.


Berjarak sekitar 15 km arah barat kota Ende, Air terjun Tonggopapa memberikan sensasi petualang yang lumayan komplit. Buat anda penggila adventure motor bike, jalur sepanjang 5 km bagaikan trek motor cross. Ada jalan tanah berlumpur tipis, ada jalan desa dengan kerikil dan batu-batu lepas, ada juga sungai yang belum ada jembatannya. Buat anda yang suka dengan suasana pedesaan khas Flores, mengunjungi air terjun ini seperti memuaskan dahaga yang tertahan bertahun-tahun.
Keramahan khas kampung-kampung di Flores siap menyapa anda. Kantor Desa Tonggopapa menjadi titik awal anda berjalan kaki menuruni bukit, menembus ladang petani dan meniti hutan bambu yang lebat. Tapi anda tidak akan terlalu lama berjalan,  hanya butuh waktu sekitar 30 menit sampai terdengar suara riakan air sungai yang jernih.

Ketinggian air terjun ini sekitar 30 meter. Lingkungannya masih asli terjaga, belum terkontaminasi sampah. Air menyusuri lereng cadas yang cukup lebar, jatuh dalam kolam seluas lapangan volley. Anda bisa dengan santai menyandarkan tubuh pada cadas dan membiarkan air yang dingin menutupi sebagian tubuh anda, atau terjun dengan berbagai gaya dari ketinggian tertentu, atau cukup berenang mengitari kolamnya. Aktivitas tadi memaksakan kita untuk sedikit berlama-lama di sana. Jadi, tunggu apa lagi? Kendarai motor anda, rasakan sensasi adventure di Tonggopapa.



Rabu, 19 November 2014

Exotic Waterfall's in FLORES - Part 2: Cunca Rami "Mandi dan Berenanglah di sana sebelum anda beranjak tua!!"

CUNCA RAMI

Salah satu yang wajib anda kunjungi ketika anda sampai di Flores bagian barat adalah air terjun Cunca Rami. Cunca dalam bahasa Manggarai Raya berarti  air terjun dan Rami berarti hutan. Cunca rami berarti air terjun yang keluar dari hutan. Jarak dari labuan bajo sekitar 45 kilometer atau dua jam perjalanan. Air terjun cantik ini menawarkan petualangan treking yang luar biasa. Pengunjung hanya bisa memarkirkan kendaraan di jalan desa Roe Jalan ini juga yang akan mengantar anda menuju Danau Sano Nggoang, dan selanjutnya tamu wajib treking atau jalan kaki menuruni kebun kemiri. sekitar satu jam perjalanan kita akan sampai di lokasi air terjun yang tingginya sekitar 40 meter ini. Pemandu lokal bisa menjadi pilihan bagi anda!!


 



Add caption
Cunca Rami Waterfall
        Kampung Roe (2 jam dari kota Labuan Bajo)
        Desa Wae Lolos Manggarai Barat
        All photos by Herry Wangge/www.floresadventrip.com (reproduction by permission only)


Exotic Waterfall's in FLORES...Part 1 Cunca Wulang "Mandi dan Berenanglah di sana sebelum anda keburu tua!!"


 























CUNCA WULANG





sisi lain Cunca Wulang..
Salah satu destinasi wisata unggulan kabupaten Manggarai Barat selain Pulau Komodo adalah air terjun Cunca Wulang. 
 Cunca sendiri berarti air terjun dan Wulang berarti bulan. Cunca Wulang dapat ditempuh menggunakan sepeda motor atau mobil kecil dari Labuan Bajo yang berjarak sekitar 30 km dan dapat ditempuh selama 1 jam menuju kampung Wersawe. 
 Dusun Wersawe menjadi pintu masuk menuju ke cunca. Anda wajib treking selama lebih kurang satu jam, melewati hutan Mbeliling untuk sampai disana. Guide lokal bisa dengan mudah kita temui di dusun Wersawe, kita hanya butuh waktu untuk bernegosiasi. Biasanya guide lokal adalah anggota kelompok wisata desa. 

Yang membuat air terjun ini istimewa adalah kolam yang berwarna kehijau-hijauan yang dipagari oleh dua tebing batu menyerupai canyon. Pengunjung bisa dengan leluasa mengekspresikan kegembiraan dengan terjun dan berenang dalam kolam yang tenang. Buat penggila kemping, fotografi dan berenang, lokasi ini sangat rekomendid. Ini adalah surga yang ada di bumi buat anda...




Cunca Wulang Waterfall
Lokasi: Desa Cunca Wulang Manggarai Barat
Titik start Dusun Wersawe kurang lebih 1 jam
All photos by Herry Wangge (Reproduction by permission only)


Sabtu, 15 November 2014

Jejakku di Puncak Ebulobo (2124 mdpl)






Foto dari Mataloko

       
   Rasa penasaranku akan Ebulobo selama ini terpatri dalam jiwa, bertahun-tahun rasa itu tetap ada. Bayangkan, gunung-gunung api di Sumatera dan Jawa  bisa saya daki, masa gunung di pulauku sendiri tidak bisa?? Terlalu sulitkah medannya?? Atau saya yang sudah beranjak tua sehingga penuh kompromi dalam menaklukan alam??  Niat mendaki Ebulobo pun disusun, rencana dimatangkan, jadwalpun dipastikan.  Saya dan teman-teman InCitA (Insan2 Pecinta Alam) Detusoko memutuskan untuk mendaki. Media sosial Facebook dan Instagram menjadi alat syiar yang efektif mengajak teman2 lain yang mau ikutan mendaki. Dua belas orang memastikan diri bergabung. Delapan dari InCitA dan empat mantan siswaku dari Bajawa dipastikan ikut dalam pendakian ini.
Persiapan perjalanan dimulai seminggu sebelumnya. Yang terpenting tentulah latihan fisik berupa jogging dan jalan kaki. Selain itu berusaha mencari tahu semua informasi mengenai gunung ebulobo. Dari Oom Google kami mengetahui kalau perjalanan mendaki Ebulobo dimulai dari Mulakoli.

Sabtu, 7 September 2014
adalah tanggal yang disepakati bersama untuk mendaki Ebulobo. Sengaja kami pilih akhir pekan mengingat beberapa teman InCitA ada juga yang kerja kantoran, mereka hanya punya waktu luang di akhir minggu. Begitupun dengan mantan siswa praktekku yang masih harus sekolah. Perjalanan kami dimulai...delapan sepeda motor meraung-raung menyusuri teriknya jalan raya Ende-Boawae.
Beberapa jam perjalanan kami sampai di Rega, sebuah desa sebelum Mulakoli. Teman-teman dari Bajawa sudah menunggu kami. Setelah beberapa menit beristirahat kami melanjutkan perjalanan kami ke Mulakoli.

Mulakoli, Desa di kaki Ebulobo
Sekitar 20 menit melewati jalan yang tidak mulus, sampailah kami di Mulakoli. Desa ini berjarak sekitar 8 km dari Boawae. Suasana tampak lengang, tidak banyak orang yang beraktifitas di luar. Mungkin warga desa masih di ladang atau sedang tidur siang.
Hal pertama yang kami cari adalah rumah kepala desa untuk melapor. Biar bagaimanapun, prosedur permisif ini wajib hukumnya.
Izin mendaki dari desa sudah diperoleh, sekarang tinggal cari guide lokal yang mau mengantar kami ke puncak Ebulobo. Guide lokal wajib juga hukumnya, karena merekalah yang menunjukkan jalan dan jalur yang aman buat kita. Tidak sulit menemukan guide lokal. Warga sekitar, terutama yang laki-laki biasanya dengan ramah menawarkan diri mengantar tamu ke puncak Ebulobo. Guide feenya pun hasil negosiasi. Di Mulakoli belum ada tarif resmi untuk guide lokal. Hal ini dikarenakan belum dibentuknya organisasi yang mewadahi para guide. Mungkin dianggap belum butuh atau pihak desa belum berpikir ke arah sana.
Setelah negosiasi denga guide lokal kami pun memulai pendakian.  Perjalanan awal lebih banyak berkontur rata melewati kebun penduduk. Setelah satu jam baru kita mulai memasuki hutan hujan yang gelap dengan pohon berukuran sedang. Kontur menanjak menguras energi. Disarankan membawa air secukupnya karena anda tidak akan ketemu mata air sepanjang jalur ini. Kami memutuskan untuk berkemah di sebuah tempat yang agak landai. Selain memang hari sudah gelap juga kami butuh istirahat untuk summit attack besok dini hari.
menatap sunrise...


menanti fajar..
Pukul 03.00: summit attack
turun gunung...
Waktu ini adalah waktu ideal buat menggapai puncak Ebulobo. Pertimbangannya adalah pagi udara cenderung cerah, kita mendaki tanpa takut kepanasan dan bisa menyaksikan sunrise yang spektakuler. Perjalanan turun gunungpun matahari masih belum panas benar. Butuh 2 jam menggapai puncak dari titik kami berkemah. Batu cadas yang kokoh menjadi pijakan. Hampir tidak ada jalur berpasir. Sampai di puncak Kami menunggu beberapa saat demi sunrise yang indah. Udara yang dingin bisa diusir dengan mengenakan jaket yang agak tebal+sepatu
 gunung yang kokoh dan nyaman.
Ebulobo mempunyai tujuh puncak dengan batu besar bertebaran tak teratur. puncak sebelah barat menjadi spot terbaik para pendaki karena itu titik tertinggi Ebulobo. Dari titik itu kita bisa melihat alam sekeliling. Ada kecamatan Mauponggo di selatan, piramida Inerie di Barat dan tentu perbukitan Lamo Mbay di timur laut.
Setelah dua jam menikmati ajaibnya Ebulobo, kami sepakat turun tepat pukul 07.00 wita. Tiga jam waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke Mulakoli. Kami berpisah di jembatan Desa Rega dengan masing-masing cerita seru..cerita ke anak cucu nanti kalau kami sudah meninggalkan jejak kami di puncak Ebulobo.



Gunung Ebulobo (2124 mdpl) Kec Boawae Kab Nagekeo flores

Status: aktif strato volcano

Titik terdekat: Desa Mulakoli

Kategori: Hard Trekking
puncak Inerie di kejauhan...