|
Foto dari Mataloko |
Rasa
penasaranku akan Ebulobo selama ini terpatri dalam jiwa, bertahun-tahun rasa
itu tetap ada. Bayangkan, gunung-gunung api di Sumatera dan Jawa bisa saya daki, masa gunung di pulauku
sendiri tidak bisa?? Terlalu sulitkah medannya?? Atau saya yang sudah beranjak
tua sehingga penuh kompromi dalam menaklukan alam?? Niat mendaki Ebulobo pun disusun, rencana
dimatangkan, jadwalpun dipastikan. Saya
dan teman-teman InCitA (Insan2 Pecinta Alam) Detusoko memutuskan untuk mendaki.
Media sosial Facebook dan Instagram menjadi alat syiar yang efektif mengajak
teman2 lain yang mau ikutan mendaki. Dua belas orang memastikan diri bergabung.
Delapan dari InCitA dan empat mantan siswaku dari Bajawa dipastikan ikut dalam pendakian
ini.
Persiapan
perjalanan dimulai seminggu sebelumnya. Yang terpenting tentulah latihan
fisik berupa jogging dan jalan kaki. Selain itu berusaha mencari tahu semua
informasi mengenai gunung ebulobo. Dari Oom Google kami mengetahui kalau perjalanan
mendaki Ebulobo dimulai dari Mulakoli.
Sabtu,
7 September 2014
adalah tanggal yang disepakati bersama untuk mendaki Ebulobo. Sengaja kami
pilih akhir pekan mengingat beberapa teman InCitA ada juga yang kerja kantoran, mereka hanya punya waktu luang di akhir minggu. Begitupun dengan mantan siswa
praktekku yang masih harus sekolah. Perjalanan kami dimulai...delapan sepeda motor meraung-raung menyusuri teriknya jalan raya Ende-Boawae.
Beberapa
jam perjalanan kami sampai di Rega, sebuah desa sebelum Mulakoli. Teman-teman dari
Bajawa sudah menunggu kami. Setelah beberapa menit beristirahat kami melanjutkan
perjalanan kami ke Mulakoli.
Mulakoli, Desa di kaki Ebulobo
Sekitar 20
menit melewati jalan yang tidak mulus, sampailah kami di Mulakoli. Desa ini
berjarak sekitar 8 km dari Boawae. Suasana tampak lengang, tidak banyak orang
yang beraktifitas di luar. Mungkin warga desa masih di ladang atau sedang tidur
siang.
Hal
pertama yang kami cari adalah rumah kepala desa untuk melapor. Biar
bagaimanapun, prosedur permisif ini wajib hukumnya.
Izin
mendaki dari desa sudah diperoleh, sekarang tinggal cari guide lokal yang mau
mengantar kami ke puncak Ebulobo. Guide lokal wajib juga hukumnya, karena
merekalah yang menunjukkan jalan dan jalur yang aman buat kita. Tidak sulit
menemukan guide lokal. Warga sekitar, terutama yang laki-laki biasanya dengan
ramah menawarkan diri mengantar tamu ke puncak Ebulobo. Guide feenya pun hasil
negosiasi. Di Mulakoli belum ada tarif resmi untuk guide lokal. Hal ini
dikarenakan belum dibentuknya organisasi yang mewadahi para guide. Mungkin
dianggap belum butuh atau pihak desa belum berpikir ke arah sana.
Setelah
negosiasi denga guide lokal kami pun memulai pendakian. Perjalanan awal lebih banyak berkontur rata
melewati kebun penduduk. Setelah satu jam baru kita mulai memasuki hutan hujan
yang gelap dengan pohon berukuran sedang. Kontur menanjak menguras energi.
Disarankan membawa air secukupnya karena anda tidak akan ketemu mata air
sepanjang jalur ini. Kami memutuskan untuk berkemah di sebuah tempat yang agak
landai. Selain memang hari sudah gelap juga kami butuh istirahat untuk summit
attack besok dini hari.
|
menatap sunrise... |
|
menanti fajar.. |
Pukul 03.00: summit attack
|
turun gunung... |
Waktu ini
adalah waktu ideal buat menggapai puncak Ebulobo. Pertimbangannya adalah pagi
udara cenderung cerah, kita mendaki tanpa takut kepanasan dan bisa menyaksikan
sunrise yang spektakuler. Perjalanan turun gunungpun matahari masih belum panas
benar. Butuh 2 jam menggapai puncak dari titik kami berkemah. Batu cadas yang
kokoh menjadi pijakan. Hampir tidak ada jalur berpasir. Sampai di puncak
Kami menunggu beberapa saat demi sunrise yang indah. Udara yang dingin bisa
diusir dengan mengenakan jaket yang agak tebal+sepatu
gunung yang kokoh dan
nyaman.
Ebulobo mempunyai tujuh puncak dengan batu besar bertebaran tak teratur. puncak sebelah barat menjadi spot terbaik para pendaki karena itu titik tertinggi Ebulobo. Dari titik itu kita bisa melihat alam sekeliling. Ada kecamatan Mauponggo di selatan, piramida Inerie di Barat dan tentu perbukitan Lamo Mbay di timur laut.
Setelah dua jam menikmati ajaibnya Ebulobo,
kami sepakat turun tepat pukul 07.00 wita. Tiga jam waktu yang dibutuhkan untuk
kembali ke Mulakoli. Kami berpisah di jembatan Desa Rega dengan masing-masing
cerita seru..cerita ke anak cucu nanti kalau kami sudah meninggalkan jejak kami
di puncak Ebulobo.
Gunung Ebulobo (2124 mdpl) Kec Boawae Kab
Nagekeo flores
Status: aktif strato volcano
Titik terdekat: Desa Mulakoli
Kategori: Hard Trekking
|
puncak Inerie di kejauhan... |